Event

Shoemaker Studios 2.0 — Dari Studio Jadi Ekosistem, Dari Ruang Jadi Gerakan

Sudah satu dekade Shoemaker Studios berdiri, namun tak ada tanda-tanda mereka ingin berhenti tumbuh. Justru sebaliknya — studio musik yang dulunya dikenal sebagai rumah bagi live session Shoebox dan Feels itu kini melangkah lebih jauh, lebih dalam, dan lebih terarah. Kami menyebutnya sebagai sebuah transisi dari ruang menjadi gerakan. Dari Shoemaker, menjadi Shoemaker 2.0.

Lahir dari kolaborasi tiga nama yang tak asing di lanskap musik Jakarta — Prajna Murdaya, Nikita Dompas, dan Harmoko Aguswan — Shoemaker Studios bukan sekadar ruang rekaman. Ia adalah rumah, laboratorium, sekaligus ruang komunal yang telah menampung lebih dari 1.500 musisi dari berbagai spektrum: dari penyanyi baru di panggung kecil, sampai nama-nama besar seperti Tulus, Sal Priadi, Nona Ria, hingga Svmmerdose.

Kami di shoutbox.id menyaksikan bagaimana Shoemaker perlahan membangun reputasinya sebagai simpul penting dalam ekosistem musik kota ini. Lewat program inkubasi dan kelas vokal yang melibatkan nama-nama legendaris seperti Seth dan Margareta Riggs — vocal coach yang pernah melatih Michael Jackson dan Stevie Wonder — Shoemaker menawarkan bukan hanya ruang, tapi juga visi.

Kini dengan wajah barunya, Shoemaker 2.0 tidak lagi hanya ingin jadi studio yang nyaman. Mereka ingin jadi music supernode: titik temu lintas genre, lintas profesi, bahkan lintas negara. Sebuah sistem hidup yang terdiri dari produksi, media, edukasi, event, hingga merchandising. Sebuah ekosistem tempat musisi bisa tumbuh dengan mutualisme, bukan eksklusivitas. Sebuah mimpi lama banyak orang — dan Shoemaker sedang mencoba mewujudkannya dengan langkah-langkah yang terarah.

Salah satu terobosan paling konkret adalah Shoemaker House Lab, di mana para musisi bisa menjadikan Shoemaker sebagai ruang eksplorasi, tanpa tekanan komersial, tanpa keharusan tampil “jadi”. Ada pula Masterclass Series yang bersifat genre-agnostic, membuka ruang dialog antara teori, praktik, dan ekspresi personal.

Tak ketinggalan, mereka juga memboyong Shoebox ke level berikutnya. Kalau dulu Shoebox hanya dikenal sebagai video live session dengan visual bersih dan intimate, kini ia menjelma menjadi platform dan brand untuk versi alternatif dari lagu-lagu musisi Indonesia. Shoebox 2.0 akan memulai langkahnya dengan episode perdana dari Wijaya 80 — kolaborasi antara Ardhito Pramono, Erikson Jayanto, dan Hezky Joe — yang tayang 9 April 2025 di YouTube Shoemaker Studios.

Mereka bahkan menyebut ide “Shoebox Day Out”, sebuah versi festival mini dari konsep Shoebox yang kita kenal. Sebuah format yang, terus terang, terdengar sangat menjanjikan untuk dimunculkan di tengah stagnasi format panggung musik Indonesia.

Shoemaker Studios telah berubah. Ia bukan lagi hanya studio. Ia adalah medan tumbuh. Medan bertemu. Medan eksperimen. Dan kalau visi besar ini bisa terwujud, mungkin Shoemaker 2.0 adalah contoh terbaik dari bagaimana ruang musik lokal bisa menjadi ekosistem yang bukan hanya relevan — tapi juga revolusioner.

Shares:

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *