Di tengah maraknya film-film lokal yang sukses menarik perhatian publik, kehadiran film animasi “JUMBO” berhasil mencuri sorotan utama dengan rekor fenomenal—menjadi film animasi Indonesia pertama yang mampu menembus angka satu juta penonton hanya dalam tujuh hari sejak perilisannya.
Di balik kesuksesan besar ini, ada perpaduan apik antara animasi kelas dunia, cerita dengan nilai-nilai mendalam, serta tentu saja, musik yang luar biasa menyentuh. Dari segi visual, kualitas animasi “JUMBO” bisa dikatakan sejajar dengan produksi kelas dunia dari Disney atau Pixar. Tak heran film ini mendapat apresiasi luas baik dari penonton maupun dari kalangan industri sendiri.
Namun, kekuatan utama “JUMBO” bukan hanya terletak pada aspek visualnya. Kisah Don, seorang anak bertubuh besar yang merasa diremehkan, menyentuh berbagai isu relevan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk tentang kepercayaan lokal dan kondisi keluarga yang kompleks. Cerita yang ditulis Ryan Adriandhy ini membawa penonton pada petualangan yang tidak hanya seru, tetapi juga sarat pesan moral. Tak ayal, cerita tersebut terasa dekat dengan audiens, apalagi saat menggambarkan hubungan keluarga dan pertemanan.
Namun yang paling menonjol dari keseluruhan karya ini adalah bagaimana musik mengambil peran sentral dalam menghadirkan emosi yang maksimal. Departemen musik “JUMBO” mampu menghadirkan pengalaman sinematik yang emosional dan menyentuh hati, di mana scoring yang menghidupkan setiap adegan sukses membuat banyak penonton meneteskan air mata saat menonton. Saat menontonnya sesekali kita merasakan nuansa “Gala Bunga Matahari” dari Sal Priadi dalam scoringnya.
Original soundtrack “JUMBO” yang beragam turut memperkuat karakter emosional film ini. Lagu “Kumpul Bocah” dari Maliq & D’Essentials, misalnya, tak hanya sekadar nostalgia, tetapi menjadi anthem baru yang menghidupkan kembali kenangan masa kecil yang penuh petualangan.
Namun, penghargaan terbesar patut diberikan kepada lagu “Selalu Ada di Nadimu” yang dibawakan Bunga Citra Lestari (BCL). Diracik oleh trio produser Laleilmanino, lagu ini terasa begitu mendalam dan berisi pesan kuat seorang ibu untuk anaknya. Lewat lirik yang jujur dan hangat seperti:
“Kala nanti badai ‘kan datang
Angin akan buat kau goyah
Maafkan, hidup memang ingin kau lebih kuat.”
Lagu ini jelas berbicara pada hati orangtua, menyampaikan perasaan tentang realita hidup yang keras dan kesadaran bahwa ada kalanya anak-anak harus menghadapi dunianya sendiri. Ada versi yang dibawakan Prince Poetiray dan Quinn Salman, tetapi versi BCL dengan vokalnya yang hangat menjadi begitu kuat terutama ketika dinyanyikan dalam adegan film. Tak heran banyak penonton dewasa yang mengaku terharu bahkan menangis tersentuh oleh lagu ini.
Secara unik, “Selalu Ada di Nadimu” menurut kami tidak benar-benar diarahkan untuk anak-anak sebagai pendengar utama, melainkan justru mengincar orangtua yang menemani anaknya menonton film. Sebuah strategi cerdas yang menjadikan lagu ini tak hanya sukses secara musikal, tetapi juga sebagai elemen yang sangat penting dalam keseluruhan pengalaman sinematik “JUMBO”.
Kekuatan musik ini seolah menjadi pengingat bahwa tidak semua kondisi keluarga utuh dan sempurna. Namun setiap orang tetap mampu menemukan kebahagiaan dan melengkapi potongan puzzle kehidupannya sendiri, sebagaimana pesan dalam cerita Don. Pada akhirnya, lewat “JUMBO”, Visinema Studios tidak hanya menghadirkan karya hiburan semata, tetapi juga karya seni yang memiliki kedalaman emosional yang kuat dan relevansi sosial tinggi.
Dan di atas semuanya itu, “JUMBO” menjadi bukti nyata bahwa industri kreatif Indonesia mampu bersaing secara global. Film ini akan segera tayang di berbagai negara, membuktikan bahwa cerita dengan nilai-nilai universal dari Indonesia dapat diterima di mana saja.
Oleh : Bayu Fajri







