Perlukah Izin untuk Membawakan Lagu Orang Lain? Pertanyaan ini terus bergema di industri musik Indonesia: apakah musisi yang membawakan lagu ciptaan orang lain di panggung komersial maupun non-komersial harus mengantongi izin? Meski perdebatan ini sudah berlangsung lama, pemahaman terhadap aturan yang berlaku masih sering diabaikan, baik karena ketidaktahuan maupun kelalaian kolektif.
Menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, seorang pencipta lagu memiliki hak ekonomi atas penggunaan karyanya dalam pertunjukan atau performing right. Ini berarti, setiap orang yang hendak membawakan lagu tersebut di muka umum wajib mendapatkan izin. Namun, izin ini tidak harus diperoleh langsung dari pencipta lagu, melainkan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), yang bertanggung jawab mengelola dan mendistribusikan royalti kepada pencipta lagu yang terdaftar.
Bagaimana Mekanisme Pembayaran Royalti? Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta menjelaskan bahwa seseorang dapat menggunakan karya cipta dalam sebuah pertunjukan tanpa meminta izin langsung dari pencipta, asalkan membayar royalti kepada pencipta melalui LMK. Dengan sistem ini, musisi atau penyelenggara acara (Event Organizer) wajib membayar royalti kepada LMK sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan.Dalam praktiknya, siapa yang bertanggung jawab membayar royalti? Jawabannya tergantung pada kesepakatan antara pengguna lagu dan penyelenggara acara. Bisa jadi musisi yang menanggungnya, bisa juga event organizer, selama pembayaran dilakukan melalui jalur resmi.
Mengapa Masih Ada Pencipta Lagu yang Tidak Mendapatkan Royalti? Meski sistem ini terdengar sederhana, faktanya masih banyak pencipta lagu yang mengeluhkan tidak menerima hak ekonominya. Beberapa faktor penyebabnya antara lain:
- Pencipta lagu belum terdaftar di LMK – Jika pengguna lagu sudah membayar royalti tetapi pencipta lagu tidak terdaftar di LMK, jelas saja royalti tidak bisa didistribusikan kepadanya.
- Pengguna lagu tidak membayarkan royalti ke LMK – Jika lagu digunakan tanpa pembayaran royalti, tentu pencipta lagu tidak mendapatkan hak ekonominya.
- Kegagalan distribusi oleh LMK – Transparansi dalam pendistribusian royalti masih menjadi tantangan. Jika sistem tidak dikelola dengan baik, pencipta lagu tetap bisa kehilangan haknya.
Kira2 dari ketiga kasus di atas yang mana yang menjadi penyebab huru-hara royalti pencipta yang saat ini?
Seandainya seluruh pihak menjalankan kewajibannya dengan benar, ekosistem musik Indonesia akan jauh lebih sehat. Pencipta lagu mendapatkan hak ekonomi yang layak, musisi bisa berkarya tanpa ragu, dan industri musik bisa berkembang dengan lebih berkelanjutan. Sayangnya, penerapan aturan ini masih jauh dari ideal. Undang-undang sudah ada, tetapi jika tidak dijalankan, apakah ini bentuk pembangkangan terhadap regulasi? Jangan lupa, royalti bukan beban, melainkan imbalan atas karya cipta.
Sebetulnya bisa saja para pelaku industri musik Indonesia melakukan perubahan besar dengan langkah kecil, dimulai dengan memahami hal yang paling mendasar tentang seluk beluk royalti ini. Sebab, tanpa pemahaman, mustahil ada perbaikan, dan tanpa perbaikan, mustahil industri musik Indonesia bisa benar-benar maju dan menguntungkan bagi semua pihak di dalamnya.
Bayu Fajri & Cakhend






