Apa yang bisa lahir dari obrolan jam tiga pagi? Pada sebagian besar orang, mungkin hanya curhatan absurd, kejujuran yang mabuk, atau keresahan yang tak selesai. Tapi bagi Lomba Sihir, jam tiga pagi adalah panggung bagi kedewasaan, kontemplasi, dan pencarian makna yang mengejutkan. Inilah yang mereka hadirkan dalam album terbaru mereka, Obrolan Jam 3 Pagi, sebuah rilisan penuh yang menyatukan sisi paling jujur, hangat, dan dewasa dari band alternative pop asal Jakarta ini.
Dirilis pada 7 Mei 2025, album ini bukan sekadar kelanjutan dari Selamat Datang di Ujung Dunia (2021), tetapi sebuah penegasan bahwa Lomba Sihir bukan band satu musim. Mereka bukan hanya merawat eksistensi, tapi memperluas semestanya. Lewat 16 track, termasuk dua interlude monolog dari Marissa Anita dan Bambang Pamungkas, album ini memotret sisi lain dari Lomba Sihir: lebih rapi, lebih lekat secara emosi, dan lebih berani untuk merangkul kejujuran tanpa pretensi. Rasanya saat ini sudah jarang band merilis album dengan sebegitu banyak track. Jempolan!
Di tengah era digital yang lebih menyukai single, Lomba Sihir justru tetap setia pada format album penuh. Ini bukan cuma pilihan estetik, tapi pernyataan sikap: bahwa mereka percaya pada kekuatan narasi utuh. Lagu-lagu di album ini saling bertautan, membentuk rangkaian cerita yang mengalir seperti dialog panjang antar sahabat. Dari Satu Jam Terpanjang hingga Lomba Sihir, kita diseret dalam percakapan yang personal namun universal.
Yang menarik, album ini tidak lahir dari ruang-ruang sunyi studio ber-AC atau jadwal produksi yang rigid. Ia lahir dari The Power of Nongkrong. Dari intensitas pertemuan harian, obrolan receh hingga diskusi berat, dari meja makan hingga sofa ruang tamu. Kebersamaan ini melahirkan karya yang organik, tanpa target pasar atau kalkulasi algoritma. Ini bukan anti-komersial, karena strategi tetap berjalan, namun dikelola label, bukan jadi beban band.
Musikalitas album ini juga menggemakan kejayaan pop progresif Indonesia era 80-an. Rasanya saat ini sudah jarang band merilis album dengan sekian banyak track. Jempolan! Jejak-jejak Fariz RM, Dodo Zakaria, Deddy Dhukun, hingga Dian Pramana Poetra terasa di aransemen dan harmoninya. Tapi semua itu hadir bukan sebagai nostalgia, melainkan sebagai warisan yang diberi napas baru oleh generasi ini. Bahkan, lagu seperti Andai Saja memadukan country-pop dan guitar-pop dalam racikan yang nyaris tak terdengar dari band lain seangkatan mereka.
Format video lirik pun digunakan dengan cerdas sebagai medium interaktif: para penggemar bisa langsung bernyanyi bersama, membentuk paduan suara massal di tiap panggung. Ini langkah yang pernah dilakukan Hindia, dan Lomba Sihir tahu persis bagaimana cara mengeksekusinya.
Lewat Obrolan Jam 3 Pagi, Lomba Sihir bukan hanya merilis album. Mereka sedang menyusun warisan. Album ini bukan sekadar kumpulan lagu, tapi juga arsip keintiman, bukti bahwa kedewasaan bisa dirayakan dalam bentuk musik pop yang tetap bersinar. Dan kalau ada yang masih bertanya, “Perlukah kita mendengarkan seluruh albumnya dari awal hingga akhir?” Jawabannya adalah: iya, karena Lomba Sihir tahu persis ke mana mereka ingin membawa kita.
Oleh CakHend







