Record Store Day (RSD) 2025 kembali digelar di Indonesia mulai dari 12 hingga 27 April. Untuk Jakarta, perayaan utamanya akan berlangsung di Spark Jakarta pada tanggal 25 sampai 27 April, dengan lebih dari 26 booth yang turut meramaikan.
Di momen ini, rilisan-rilisan spesial seperti kaset, CD, dan vinyl yang diluncurkan secara eksklusif bisa diburu para kolektor. Format vinyl masih jadi primadona, meski harganya tidak murah, para pencinta rilisan fisik tetap antusias memburunya. Disusul oleh kaset pita yang perlahan kembali ke permukaan—seolah generasi muda ingin turut mencicipi nostalgia dari era analog yang tak mereka alami.
Sensasi mendengarkan musik melalui vinyl dan kaset memang tak tergantikan. Suara gemeretak jarum, atau jeda antarlagu yang tidak bisa di-skip, menawarkan pengalaman mendalam yang tidak bisa ditiru layanan streaming. Belum lagi proses perburuannya—berjam-jam menyusuri booth, membuka-buka rak, membaca liner note, hingga akhirnya menemukan album yang dicari—menjadi ritual tahunan yang memompa adrenalin. “Ada perasaan puas ketika kita menemukan rilisan album yang kita cari,” begitu kata para pemburu.
Selain Jakarta, RSD 2025 juga digelar di Yogyakarta, Bandung, Solo, dan Denpasar, bahkan beberapa toko rekaman juga memilih merayakannya secara mandiri di lokasi masing-masing. Ini jadi bukti bahwa semangat merawat rilisan fisik tumbuh lintas kota, bukan hanya monopoli ibu kota.
RSD tak sekadar ajang jual-beli, tapi penegasan bahwa musik juga bisa hidup dalam bentuk fisik yang estetis—dengan packaging unik, layout yang niat, dan desain cover yang sering kali lebih jujur dibanding citra digital sang musisi. Walau mungkin tidak signifikan secara angka penjualan, rilisan fisik tetap punya nilai kultural yang tak bisa diukur dengan klik dan views.
Selain sensasi mendengarkan rilisan fisik, apa sih pertimbangan kalian untuk tetap mengoleksi rilisan fisik hari ini? Apakah karena artwork dan covernya? Karena nilai sentimentalnya? Atau karena kalian ingin menyimpan bukti bahwa pernah mencintai musik secara utuh—bukan sekadar memutarnya?
Oleh : Cakhend







