Balada Keset Welcome adalah karya yang lahir dari kelelahan emosional—bukan karena cinta, tapi karena kebiasaan mengorbankan diri demi relasi yang sebetulnya tak layak dipertahankan. LIMOCAT, band yang awalnya dikenal lewat skena cover jejepangan, kini mulai menancapkan identitas musikal mereka dengan suara yang lebih personal dan eksperimental.
Dibuka dengan nada-nada melankolis dan tekstur instrumen yang kaya, lagu ini langsung memancarkan atmosfer psikedelik yang hangat namun sedikit getir. Judul yang terdengar ganjil—Balada Keset Welcome—justru menyimpan kepekaan satir yang kuat. Kata “keset” merujuk pada posisi seseorang yang selalu mengalah, menjadi tempat orang lain berpijak tanpa pernah benar-benar dihargai.
Djalto, vokalis sekaligus penulis liriknya, menuturkan bahwa lagu ini lahir dari refleksi terhadap dirinya sendiri. Ia pernah menjadi “yes man” dalam banyak relasi, hanya untuk menyadari bahwa sikap tersebut tidak menyelamatkan apapun. Liriknya tidak menyerang siapa-siapa, tapi menjadi semacam memo pribadi yang bisa dirasakan oleh banyak orang.
Dari sisi aransemen, Irfan merekonstruksi demo awal menjadi lanskap sonik yang lebih ekspansif dan atmosferik. Penggunaan mellotron dan electric piano menghadirkan kesan vintage yang mengingatkan pada era rock psikedelik klasik seperti Pink Floyd atau lagu-lagu balada introspektif milik Radiohead di era OK Computer. Sentuhan ini memberi kedalaman emosional yang membuat pendengar merasa tenggelam dalam suasana lagu, bukan hanya sekadar mendengarnya.
Permainan gitar Youngky menambahkan lapisan emosi yang dalam—terinspirasi dari Carlos Santana, namun diarahkan ke spektrum yang lebih lembut dan reflektif. Picking yang halus dan tone yang sustained menciptakan suasana mendayu tanpa menjadi sendu berlebihan. Sementara Wista pada bass memilih untuk tidak menonjol, tapi justru menjadi perekat dinamis yang menjaga struktur tetap solid.
“Balada Keset Welcome” adalah lagu yang mampu mengangkat isu psikologis yang akrab—tentang relasi, pengorbanan, dan harga diri—tanpa harus terdengar gamang atau pesimis. Justru sebaliknya, lagu ini terasa afirmatif: menerima luka, mengenal batas, dan perlahan merangkul kembali diri sendiri.
Oleh Bayu Fajri







