Di tengah arus musik digital yang kian seragam, Korekayu hadir seperti sepenggal kartu pos dari masa silam. Dengan album ketiganya, “Verhaal”, band asal Yogyakarta ini menegaskan posisi mereka sebagai pencerita dalam balutan suara — bukan sekadar penghibur.
“Verhaal” dalam bahasa Belanda berarti cerita, narasi. Dalam bahasa Indonesia, kata ini menyerupai “perihal” — dan memang, album ini adalah perihal hidup itu sendiri. Rangkaian potongan-potongan kisah yang dijahit jadi satu kolase, dikisahkan dengan nada-nada khas Korekayu: retro, ringan, tapi menyimpan banyak luka.
Lagu pembuka “Lala Lalala” jadi sapaan hangat, mengenalkan satu per satu personel lewat syair — seperti salam pembuka dalam sebuah buku harian yang akan membawa kita menjelajah isi hati mereka.
Tapi jangan kira ini perjalanan yang manis-manis saja. Di nomor seperti “Don Juan”, “September”, dan “Sari 3”, Korekayu bicara soal cinta dan kehilangan, tapi dengan nada yang tidak terjebak dalam kemelankolisan murahan. Ada kesadaran bahwa sedih bisa dirayakan, bukan sekadar ditangisi.
Dan ketika “Sepotong Kecil Hatimu” diputar — lagu yang akan jadi andalan mereka dalam kampanye visual kali ini — Korekayu justru melempar kejutan. Dengan aransemen yang ringan dan joget-able, mereka menyanyikan patah hati dengan senyum tipis. Sebuah langkah musikal yang cerdas dan sangat “Korekayu”.
“Verhaal” bukan album yang diciptakan dalam euforia. Ia lahir dalam proses yang sumeleh, nyaris meditatif. Para personel yang kini mulai menjalani hidup berkeluarga tetap menjaga api band ini tanpa ambisi berlebihan. Dan hasilnya justru terasa jujur. Tak ada pakem industri yang mereka kejar, tak ada tren yang mereka kejar-kejar.
Dari segi teknis, album ini adalah puncak kematangan Korekayu. Rekaman dilakukan di Satrio Piningit dan Rockstar Studio, dengan sentuhan tangan dingin Abraham Michael (engineer) dan Sasi Kirono (mixing & mastering). Sound-nya bersih, hangat, dan tetap menyisakan ruang bagi nuansa tempo dulu yang mereka banggakan.
Salah satu kekuatan Korekayu di era ini adalah konsistensi estetik. Artwork albumnya bergaya lanskap foto jadul, penuh kesan arsip sejarah Indonesia — menandai keterhubungan antara narasi personal dan memori kolektif. Mereka gak asal retro. Mereka paham bagaimana nostalgia bisa jadi medium untuk membangun koneksi emosional yang dalam.
Belum lagi video klip “Sepotong Kecil Hatimu” yang akan dirilis tanggal 9 April 2025. Mengusung gaya dangdut lawas dengan visual jenaka, mereka tampil totalitas — menggoda audiens untuk joget sekaligus merenung. Sebuah langkah promosi yang cerdas: bukan dengan gimmick murahan, tapi dengan presentasi yang tetap otentik.
Setelah melewati masa pandemi yang sempat menghambat rencana album “Romansa”, kini Korekayu bangkit bukan dengan gebrakan, tapi dengan elegansi. Album “Verhaal” bukan sekadar rilisan — ini bentuk dedikasi, pengingat bahwa tak semua harus berubah, dan tak semua yang lama harus ditinggalkan.
Lewat 12 lagu di album ini, Korekayu menulis ulang ulang kenangan — sekaligus menawarkan cara baru untuk mendengarkan cerita lama. Mereka tak ingin mengubah dunia musik, tapi cukup membuat kita berhenti sejenak, mendengar, dan merasa. Dan itu sudah lebih dari cukup.
Oleh : Bayu Fajri

