Event

Perjalanan Oslo Ibrahim ke Times Square: Membawa Musik Indonesia ke Panggung Global

Memang bukan suatu hal yang baru papan reklame ikonik di pusat kota New York silih berganti mengupdate informasi setiap harinya. Juga bukan merupakan hal yang asing jika papan reklame tersebut bertuliskan tagline ataupun menampilkan sejumlah karya dari para public figure dunia. Bahkan bagi kita orang Indonesia juga sudah tidak asing melihat para artis dalam negeri wara-wiri di Billboard monumental tersebut. Tapi September 2024 yang lalu kita dibuat terpukau dengan munculnya promosi album kedua dari seorang Oslo Ibrahim bertajuk “Head, Head, Head” malang melintang di pusat kota New York. Dengan kampanye untuk membawa musik Indonesia secara global, Billboard Times Square dipilih lantaran bisa menjadi standar inspirasi dan referensi global.

Semangat untuk mempromosikan cita rasa musikalitas Indonesia di kancah dunia diperlihatkan melalui 8 track pilihan. Track “Tak Ingin Lagi” menjadi fokus utama bagaimana wajah musik Indonesia dinarasikan Oslo. Lagu yang hits di tahun 2000-an awal dan dipopulerkan Dewi Sandra ini menjadi jembatan kultural dan musikal yang dianggap mendefinisikan musik pop Indonesia bagi Oslo. Persinggungan antara yang lama dan yang baru dalam Tak Ingin Lagi menjembatani kesenjangan antara nostalgia pop Indonesia dan kancah indie modern bagi spektrum pendengar yang luas. sebuah bentuk  penghormatan kepada gaya pop Indonesia awal tahun 2000-an yang ceria namun mendalam, dengan Oslo menambahkan vokal lembut khasnya dan aransemen yang atmosferik. Album “Head, Head, Head” menandai langkah penting dalam perjalanan Oslo menuju pengakuan global. 

Dengan sorotan global yang kini tertuju padanya di New York, Oslo Ibrahim diposisikan untuk terus mendobrak batasan dan berbagi visi artistiknya yang unik dengan dunia. Melalui karya terbarunya ini, Oslo Ibrahim ingin dikenal sebagai sosok simbolik kombinasi apik antara pop, R&B, rock and jazz. Lagu berjudul “Oslo” merepresentasikan gambaran menyeluruh dalam proses bermusik nya dengan gaya pop narasi santai semi ungkapan dan kutipan langsung. POV yang dibangun jelas sederhana khas Oslo. Dari sini getir dan keras nya hidup disajikan lembut menuju proses emosional selanjutnya dalam track yang lain. “Salahku Dimana” mengembalikan memori pendengar dalam negeri dengan pop rock alternatif dikala awal indie rock mulai menjamur. Roots dan core mayer-esque dalam aransemen melodik yang kental juga melengkapi beberapa track seperti “Don’t Ask Me Stay”.

Komposisi inovatif dengan lirik emosional dan melodi yang ekspresif tertata rapi dalam track-track seperti “How Could You Still Love Me”, “Another Heartbreak” dan “Do I Care To Much?”.  Dalam single “Your Favorite Food” Oslo kembali membiru pada kiblat blues John Mayer-esque. Single ini menceritakan betapa kesepian nya seorang yang ditinggal orang terkasih yang sudah mendahului, tapi tetap ingin memberikan perhatian dan cemas berharap surga tetap memberikan makanan kesukaan sang kekasih.

Oslo yang dikenal dengan eksplorasi berani dalam tampilan glamor, masih konsisten dengan identitas fesyen yang nyentrik dan ‘funky’ memperkuat kesan androgini nya. Tak heran berberapa lagu dalam album didominasi piano khas Elton John dengan tekstur ballad sendu minus mendayu-dayu. Keberanian Oslo mencampurkan tema lagu yang suram muram bahkan tragis dengan aransemen padat semangat nan optimis, membuat ironi yang ada pada lagu menjadi harmonis. Karakteristik pop enak dengan sentuhan musik rileks bertempo menengah yang pada awal karirnya dipenuhi isian melodi gitar, kini didominasi piano dengan sedikit fusion glam, britpop dan masih pada jalur blues yang kental sebagai penutup lagu.

(Agung Setiawan)

Shares:

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *